Suara.com - Bagi kita yang tinggal di garis Khatulistiwa, penyebutan waktu di musim kemarau dan musim penghujan tiada bedanya. Namun perhatikan, contohnya lewat pemberitaan tertulis atau siaran televisi, bila disebutkan penanda waktunya adalah GMT (Greenwich Mean Time) atau BST (British Summer Time).
Para penggunanya adalah mereka yang tinggal di lintang tinggi atau lintang rendah. Dengan kata lain di atas atau di bawah garis ekuator.
Saat musim semi berlangsung di Belahan Bumi Utara (BBU) yaitu mulai Maret sampai musim gugur sekitar Oktober, di United Kingdom digunakan kata BST sebagai penunjuk waktu. Referensinya adalah Daylight Saving Time (DST). Kalaupun tetap ingin menyebut GMT, biasanya menggunakan kata “GMT+1”.
Semua hal yang menggunakan satuan jam, seperti jam kerja, jam operasional kantor, jam masuk dan pulang sekolah serta seterusnya, dimajukan satu jam lebih awal dari biasanya. Hal ini selalu diumumkan kepada publik dan fasilitas umum, sehingga tidak terjadi kekacauan jadwal.
Sebaliknya, mulai Oktober sampai Maret, jam dimundurkan satu jam lebih lambat. Sebutannya pun menjadi GMT.
Perbedaan mencolok yang terasakan saat waktu menggunakan penanda BST adalah sinar matahari tinggal lebih lama saat petang, sehingga malam terasa tiba lebih lambat. Contohnya langit baru benar-benar gelap sekitar pukul 20.30 BST di London, bahkan lebih malam lagi di kawasan Midlands serta bagian utara British Isles. Sementara pagi hari, sinar matahari menyorot lebih terang sehingga siang terasa lebih cepat datang.
Acuan yang digunakan dalam penandaan BST adalah posisi Matahari mengedari Bumi, dengan jarak dan sudut tertentu terhadap garis Khatulistiwa. Karena Indonesia berada di garis pembatas khayal antara BBU dan Bumi Belahan Selatan (BBS) maka perpindahan posisi Matahari tidak terasakan oleh mereka yang tinggal di dekat Equator.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pahami Penandaan Waktu di Lintang Tinggi"
Post a Comment