Suara.com - Path akhirnya kibarkan bendera putih. Tadinya disebut-sebut sebagai penantang Facebook, media sosial besutan Dave Morin itu sudah mengumumkan akan menutup layanannya secara permanen pada 18 Oktober mendatang.
Dalam pengumuman bertajuk "The Last Goodbye" yang diunggah di website resminya, Senin (17/9/2018), Path mengungkapkan bahwa layanan media sosialnya akan segera ditutup.
"Kami meluncurkan Path pada 2010 sebagai sebuah tim kecil yang terdiri dari para desainer dan engineers yang bersemangat dan berpengalaman," tulis Path.
"Kami berterima kasih kepada kalian untuk cinta serta dukungan untuk Path," bunyi pengumuman itu lebih lanjut.
Ucapan perpisahan dari Path itu disambut riuh oleh penggunanya, mantan penggunanya, dan para warganet pada umumnya di Indonesia.
"I reinstall Path just to see how it was before it's gone," tulis pengguna Twitter @RizalKhanafi, lengkap dengan tagar #terimakasihpath.
Tagar itu sendiri menduduki urutan teratas di daftar trending topic Twitter Indonesia pada hingga Senin malam.
Melejit
Didirikan di San Francisco, Amerika Serikat pada 2010 oleh Morin yang notabene bekas eksekutif Facebook dan pendiri Napster, Shawn Fanning, Path dengan cepat melejit jadi bintang.
Hanya dalam setahun, Path berhasil meraup lebih dari sejuta pengguna dan pada 2011 sudah memiliki 2 juta pengguna. Investasi senilai hampir 70 juta dolar AS disuntikkan ke media sosial itu oleh nama-nama besar seperti pendiri Facebook, Dustin Moskovitz; pendiri Salesforce, Marc Benioff; Kleiner Perkins; dan Greylock Partners.
Path memang unik. Aplikasi itu menamakan diri "the personal network". Setiap pengguna hanya bisa berteman dengan 50 orang. Kebijakan itu mengikuti teori pakar psikologi evolusi Universitas Oxford, Robin Dunbar, yang mengatakan bahwa manusia hanya bisa menjalin hubungan sosial dengan paling banyak 150 orang.
"Path adalah tempat di mana kita bisa menjadi diri kita sendiri," tulis Path dalam blog-nya delapan tahun lalu.
Meski demikian, belakangan Path mulai melonggarkan batasan jumlah teman. Dari 50, setiap pengguna lalu bisa memiliki 150 dan akhirnya 500 pengguna.
Pada masa jayanya, Path mengklaim memiliki lebih dari 15 juta pengguna. Morin dalam sebuah kunjungan ke Indonesia pada 2015 mengatakan sekitar 4 juta penggunanya berasal dari Indonesia.
Melejitnya Path sempat membuatnya jadi incaran beberapa raksasa media industri internet. Apple disebut sempat kepincut ingin mengakuisisi media sosial itu. Google juga pernah ingin membeli Path dan menawarkan duit 100 juta dolar AS pada 2010. Tawaran itu ditolak.
Tetapi sayang, ketika sedang terang bersinar, Path justru jatuh dengan cepat. Menurut beberapa laporan, jumlah pengguna di rumahnya sendiri di AS justru mandek. Ada beberapa faktor yang dinilai menjadi biang kejatuhan Path.
Meredup
Pada 2012, Path didera kecaman keras karena diketahui mengakses dan mengambil data-data nomor telepon milik pengguna, khususnya mereka yang menggunakan iPhone. Akibat skandal ini, CEO Apple, Tim Cook memanggil Morin ke kantor Apple. Di dana ia disidang oleh Cook dan petinggi Apple lainnya.
Tetapi menurut Sue Reynolds, analis media sosial dari Carmine Media, itu bukan satu-satunya Path ditinggal para penggunanya di Barat. Path dinilai kurang cukup unik dibanding pemain lama seperti Facebook dan Twitter.
Menurut Reynolds, Path tak cukup hanya dengan menawarkan desain yang lebih menarik dari Facebook. Apalagi belakangan Facebook sendiri mulai meniru desain dan fitur unggulan Path.
Yang paling mencolok tentu saja fitur reaction yang berupa emoji. Fitur ini sudah dikenalkan Path sejak 2012 dan dicontek Facebook pada 2015.
Selain itu, Path juga disebut kurang memiliki developer aplikasi. Perbandingan desainer dan developer di Path hanya 1 berbanding 2, sementara idealnya sebuah perusahaan media online memiliki 20 developer untuk setiap satu desainer.
Di Indonesia sendiri, ketika Path mulai populer, Facebook belum begitu tajam menancapkan kukunya. Ketika Path muncul di 2010, jumlah pengguna Facebook di Nusantara hanya sekitar 19 juta. Dengan kata lain, masih ada ruang bagi Path. Tetapi seiring berjalannya waktu, Facebook rupanya lebih menarik ketimbang Path yang terkesan eklusif.
Path mencoba bangkit dengan meluncurkan fitur aplikasi Path Talk pada 2014, tetapi strategi itu juga tak bertuah. Hingga pada 2015, Path dibeli oleh Kakao Daum, perusahaan asal Korea Selatan.
Kakao, yang terkenal dengan Kakao Talk, membeli Path karena tergiur dengan jumlah penggunanya yang besar di Indonesia. Kakao Talk sendiri ketika itu mulai populer di Tanah Air.
Setelah membeli Path, Kakao memang berencana fokus di Asia, khususnya di Indonesia yang memiliki 250 juta penduduk. Kakao bahkan mengganti semua pekerja Path dengan staf yang tinggal di Asia dan mengumumkan tak lagi mengincar pasar di Barat.
Tetapi rencana dan ambisi Kakao itu tampaknya tak membuahkan hasil. Setelah hilang dari peredaran beberapa tahun terakhir, Path akhirya mengucapkan selamat tinggal pada hari ini. (Mashable/Yahoo Finance/Techcruch/The Next Web]
https://www.suara.com/tekno/2018/09/18/201500/path-cepat-bersinar-cepat-memudarBagikan Berita Ini
0 Response to "Path: Cepat Bersinar, Cepat Memudar"
Post a Comment